Minggu, 07 November 2010

Bencana dan Politik Sumbar


(Terbit : Singgalang 11 September 2009 )
Sumatera Barat (Sumbar) dikatakan setitik negeri sorga yang diturunkan ke bumi, memiliki aneka kekayaan alam yang melimpah, keindahan alam yang mempesona, berada pada iklim yang menyejukkan, namun dibalik keistimewaan itu ada yang selalu meresahkan masyarakatnya yakni bencana. Belakangan ini Sumbar tak henti-hentinya didera bencana, sudah seperti antrian saja berdatangan sebutlah mulai gempa bumi, galodo, gunung meletus, banjir, dan bencana lain dalam skala kecil datang silih berganti. Sepanjang Agustus saja, gempa, banjir, longsor, dan galodo (Bencana) terjadi hampir di seluruh Kabupaten / Kota di Sumbar, dengan kejadian itu tentunya merugikan triliunan Rupiah.
Sisi lain negeri ini, media massa sudah mulai menghembuskan iklim panas Pilkada, dimana 2010 kelak akan terjadi pesta demokrasi besar rakyat sumbar, Pilgub bersamaan dengan pemilihan Bupati dan Walikota di 13 Kabupaten/Kota, para calon kandidat yang ingin berkompetisi sudah tidak lagi malu-malu kucing.   
Bancana berkisar saat panasnya iklim politik, Seakan ini menuntut refleksi bagi kita dengan menanti dan mempersiapkan pilkada juga harus mempersiapkan bagaimana menghadapi bencana di Sumbar. Sumbar berada di daerah pegunungan yang berisiko galodo, longsor, dan gunung meletus. Kemudian daerah ini juga berada di lingkaran cincin api dimana daerah yang berada di bibir pantai berpotensi menghadapi gempa dan tsunami yang menurut prediksi pakar/ahli tinggal menunggu waktu. 

Penanggulangan Bencana Berbasis Kearifan Lokal

(Terbit Singgalang 11 Januari 2010)

Bencana yang terjadi di Sumatera Barat 30 september 2009 akibat gempa yang berkekuatan 7,9 SR mendapat respon besar mulai dari Pusat, Daerah bahkan respon dari pihak Internasional, masyarakat Sumatera Barat yang membutuhkan bantuan khusus saat itu mendapatkan bantuan khusus dari pusat bahkan Internasional baik itu bantuan jasa, logistik, dan alat berat. Seiring dengan itu tak bisa di nafikan pasca bencana ini meninggalkan persoalan tersendiri pada masyarakat Sumatera Barat, permasalahan yang paling penting adalah mengakibatkan lunturnya nilai-nilai yang selama ini kental di diri masyarakat Sumatera Barat.
Potensi untuk lunturnya nilai-nilai budaya di Sumatera Barat adalah mungkin, jika bantuan yang diberikan oleh lebih besar orang luar (pihak eksternal) tidak terkelola dengan baik dan bernilai guna. Betapa tidak, pemberian bantuan yang datang secara bertubi-tubi bisa saja membuat masyarakat manja kendatipun bantuan itu sesungguhnya sangat dibutuhkan oleh masyarakat saat ini, seperti bantuan yang berupa materil, membuat masyarakat terlalu menunggu dan berefek menimbulkan sikap malas dalam mencari kebutuhan-kebutuhan hidupnya sehari-hari. Jika kita lihat kelapangan, banyak sawah yang tidak terairi (mulai menanam) di Kab. Padang Pariaman sebagai penerima manfaat terbesar dalam penerimaan bantuan terbesar saat ini. Pengairan yang putus akibat gempa sesungguhnya jika mau bisa diperbaiki secara gotongroyong mengandalkan kearifan lokal.
Tidak itu saja, pemberian bantuan yang lebih besar ke sasaran rumah berlabel rusak berat menimbulkan sikap saling curiga mencurigai, saling iri dan dengki di golongan masyarakat, padahal selama ini masyarakat Sumatera Barat menganut nilai-nilai gotongroyong yang sangat tinggi.

KKN Mahasiswa

Terbit: Harian Singgalang 26 Juli 2010
KKN adalah istilah/singkatan yang sudah sangat akrab di telinga kita, di Negara tercinta Republik Indonesia istilah KKN sering di kenal dengan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang berkonotasi pencuri kerah putih, di dunia per-film-an KKN di kenal dengan Kura-kura Ninja sebuah film yang mngasyikaan untuk di tonton oleh anak-anak tahun ’90 an, kemudian di dunia kampus istilah KKN juga akrab sebagai sebuah singkatan dari Kuliah Kerja Nyata, sebuah mata kuliah yang harus di penuhi oleh mahasiswa sebagai syarat tamat. Istilah terakhirlah yang ingin penulis coba fakuskan dalam tulisan ini.

Kata KKN (istilah mahasiswa) yang pada akhirnya berkonotasi negative karena banyaknya tindakan Korupsi Kolusi Nepotisme oleh pejabat di negeri ini, akhirnya Perguruan Tinggi dan mahasiswa merubah istilah aktivitas KKN mereka dengan sebutan yang berbeda-beda antara tiap Perguruan Tinggi seperti, KUKERTA dll, namun walaupun sebutan KKN itu dirubah, namun tetap saja istilah KKN itu tetap melekat jika aktivitas itu dilakukan oleh mahasiswa.

MUSIBAH BARU KORBAN BENCANA


Terbit : Padang Ekspres 15 Oktober 2010

Bantuan pemerintah bagi korban bencana 30 september 2009, sudah di janjikan setahun lalu. Setelah lama dinanti, bulan ini sudah mulai terdengar pendistribusiannya, dari pendistribusian itu terdengar adanya pemungutan. Berbagai motif terdengar kenapa pemungutan itu terjadi seperti kebutuhan fasilitator dan kebutuhan penyelesaian urusan yang berkaitan agar dana ini turun.
Dalam pendistribusian dana gempa, memang masyarakat diwajibkan menyusun RAB (rencana anggaran biaya), tentu saja penyusunan RAB ini tidak mungkin dikerjakan oleh masyarakat lapisan bawah, barangkali itulah peran fasilitator. Setelah itu muncul pertanyaan siapa yang membiayai penyusunan RAB itu?? Apakah di bebankan kepada masyarakat, atau di bebankan kepada pemerintah, atau di bebankan kepada fasilitator…. Barangkali itulah yang menjadi persoalan sehingga perdebatan pemungutan muncul kepermukaan.